Selasa, 19 April 2011

Asma dan penanganannya

Asma dapat diterapi dengan 2 macam cara. Cara pertama merupakan terapi non-obat, dapat dilakukan dengan menghindari pemicunya, atau dengan terapi napas (senam asma). Cara kedua dengan melibatkan obat-obat asma yang digolongkan menjadi 2, yaitu untuk penggunaan jangka panjang yang berguna mengontrol gejala asma dan sebagai terapi untuk mencegah kekambuhan (long-term prevention) dan obat asma untuk penggunaan jangka pendek yang merupakan pengobatan cepat untuk mengatasi serangan asma akut (short-term relief). Obat jangka panjang memberikan pencegahan jangka panjang terhadap gejala asma, menekan, mengontrol, dan menyembuhkan inflamasi jika digunakan teratur namun tidak efektif untuk mengatasi serangan akut.  Beberapa obat jangka panjang antara lain kortikosteroid inhalasi yang merupakan obat paling efektif, beta-2 agonis aksi panjang dan metil ksantin (teofilin) untuk mengatasi gejala asma pada malam hari (gejala nocturnal), kromolin dan nedokromil sebagai antiinflamasi; sedangkan untuk jangka pendek, berupa obat-obat bronkodilator (salbutamol, terbutalin, dan ipratropium) dan kortikosteroid oral ketika serangannya sedang sampai berat. Untuk jangka panjang dan pendek, dapat digunakan obat-obat sistemik (prednisolon, prednison, metilprednisolon).
Tentunya, obat-obat tersebut tidak dapat lepas dari efek samping yang kadang cukup berbahaya sehingga kita harus berhati-hati dalam penggunaannya. Kortikosteroid hirup, pada ibu hamil berefek pada rendahnya berat bayi yang lahir dan memperlambat pertumbuhan anak-anak jika digunakan selama bertahun-tahun. Kortikosteroid inhalasi berefek samping lokal pada anak-anak seperti batuk, rasa haus, dan kekakuan lidah bila pemberian melalui nebulizer, meningkatkan kejadian osteoporosis pada wanita. Kortikosteroid oral dapat saja digunakan untuk jangka panjang, tetapi hanya boleh digunakan kalau obat lain telah gagal sebab beresiko osteoporosis. Teofilin, pada anak-anak, menimbulkan hiperaktivitas dan gangguan pencernaan. Obat-obat sistemik dalam jangka pendek dapat meningkatkan berat badan, hipertensi, gemuk air karena retensi cairan, dan jangka panjangnya menimbulkan moon face, perlambatan pertumbuhan, diabetes, dan penipisan jaringan kulit.
Untuk ibu hamil yang mengidap asma, penanganan asma selama masa kehamilan dengan obat-obat asma perlu perhatian khusus. Tidak semua jenis obat asma dapat dikonsumsi oleh wanita hamil. Obat-obat jenis beta agonis adalah yang paling sering diberikan karena menurut hasil riset obat-obat beta agonis tidak meningkatkan risiko timbulnya kelainan kongenital dan kelainan lain. Albuterol atau salbutamol adalah jenis beta agonis yang paling banyak digunakan.
Beta agonis aksi pendek, seperti Albuterol atau salbutamol, direkomendasikan sebagai pengobatan untuk semua pasien asma dalam terapi asma akut. Apabila beta agonis tidak memberikan perbaikan, pada terapi asma akut secara umum dan pada wanita hamil dapat disertakan pemberian bronkodilator seperti Nebulized Ipratropium. Obat-obatan terbaru yang digunakan untuk penatalaksanaan asma melibatkan obat-obat leukotriene modifier (zileuton, zafirlukast, dan montelukast). Obat-obat jenis ini efektif dalam terapi asma menetap ringan sampai sedang pada wanita hamil (ITA).

Sumber : http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/asma-penanganannya/

Common Cold

DEFINISI
Common Cold (pilek, selesma) adalah suatu infeksi virus pada selaput hidung, sinus dan saluran udara yang besar.
PENYEBAB
Berbagai virus yang berbeda menyebabkan terjadinya common cold:
1. Picornavirus (contohnya rhinovirus)
2. Virus influenza
3. Virus sinsisial pernafasan.
Ketiganya mudah ditularkan melalui ludah yang dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita.Belum diketahui apa yang menyebabkan seseorang lebih mudah tertular pilek pada suatu saat dibandingkan waktu lain. Kedinginan tidak menyebabkan pilek atau meningkatkan resiko untuk tertular. Kesehatan penderita secara umum dan kebiasaan makan seseorang juga tampaknya tidak berpengaruh.
Kelompok yang secara pasti lebih mudah tertular adalah orang-orang yang : – mempunyai kelainan pada hidung atau tenggorokan (misalnya pembesaran amandel) – kelelahan atau stres emosional – alergi di hidung atau tenggorokan – wanita pada pertengahan siklus menstruasi.
GEJALA
Gejala mulai timbul dalam waktu 1-3 hari setelah terinfeksi.
Biasanya gejala awal berupa rasa tidak enak di hidung atau tenggorokan.
Kemudian penderita mulai bersin-bersin, hidung meler dan merasa sakit ringan.
Biasanya tidak timbul demam, tetapi demam yang ringan bisa muncul pada saat terjadinya gejala.
Hidung mengeluarkan cairan yang encer dan jernih dan pada hari-hari pertama jumlahnya sangat banyak sehingga mengganggu penderita.
Selanjutnya sekret hidung menjadi lebih kental, berwarna kuning-hijau dan jumlahnya tidak terlalu banyak.
Gejala biasanya akan menghilang dalam waktu 4-10 hari, meskipun batuk dengan atau tanpa dahak seringkali berlangsung sampai minggu kedua.
KOMPLIKASI
Komplikasi bisa memperpanjang terjadinya gejala: 
1. Infeksi saluran udara (trakea) disertai sesak di dada dan rasa terbakar
2. Gangguan pernafasan yang lebih berat terjadi pada penderita bronkitis atau asma yang menetap
3. Infeksi bakteri pada telinga, sinus atau saluran udara (infeksi trakeobronkial).
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya.
PENGOBATAN
Penderita diusahakan selalu dalam keadaan hangat dan nyaman, serta diusahakan agar tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain.
Jika terdapat demam atau gejala yang berat, maka penderita harus menjalani tirah baring di rumah.
Minum banyak cairan akan membantu mengencerkan sekret hidung sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan/dibuang.
Untuk meringankan nyeri atau demam pada anak-anak maupun dewasa, bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen.
Pada penderita dengan riwayat alergi, pemberian antihistamin bisa membantu mengeringkan hidung yang meler terus menerus.
Menghirup uap atau kabut dari suatu vaporizer bisa membantu mengencerkan sekret dan mengurangi sesak di dada.
Mencuci rongga hidung dengan larutan garam isotonik bisa membantu mengeluarkan sekret yang kental.
Batuk merupakan satu-satunya cara untuk membuang sekret dan debris dari saluran pernafasan. Oleh karena itu sebaiknya batuk tidak perlu diobati, kecuali jika sangat mengganggu dan menyebabkan penderita susah tidur.
Jika batuknya hebat, bisa diberikan obat anti batuk.
Antibiotik tidak efektif untuk mengobati common cold, antibiotik hanya diberikan jika terjadi suatu infeksi bakteri.
PENCEGAHAN
Antibodi yang terbentuk pada saat seseorang terserang pilek akan menurun setelah beberapa waktu dan virus penyebab pilek jumlahnya sangat banyak, karena itu orang terus terserang pilek dari waktu ke waktu di sepanjang hidupnya.
Belum ditemukan vaksin yang efektif untuk setiap jenis virus pernafasan.
Tindakan pencegahan yang paling baik adalah menjaga kebersihan.
Banyak virus common cold yang ditularkan melalui kontak dengan ludah yang terinfeksi, karena itu untuk mengurangi penularan sebaiknya sering mencuci tangan, membuang tisu kotor pada tempatnya serta membersihkan permukaan barang-barang.
Vitamin C dosis tinggi (2000 mg per hari) belum terbukti bisa mengurangi resiko tertular atau mengurangi jumlah virus yang dikeluarkan oleh seorang penderita.

Senin, 18 April 2011

Golongan-golongan antibiotik dan cara kerjanya


Antibiotic groups
Antibiotic groups
Mode of action
examples
Aminoglycosides
Irreversible inhibition of protein synthesis by binding to reseptors on the 30S subunits of bacterial ribosome
Amikacin, Gentanicin, Kanamycin, Neomycin, Netilmicin, Streptomycin, Tobramycin
Carbacephem
Inhibit synthesis of peptidoglycan causing osmotic lysis
Loracerbef
Carbapenems
Inhibit synthesis of peptidoglycan causing osmotic lysis; resistant to β-lactamase & has a wide spectrum of activity
Ertapenem, Imipenem, Meropenem
Cephalosporin
Bind to penicillin-binding proteins (PBP) of bacteria; inhibit bacterial cell wall peptidoglycan synthesis & activate bacterial cell wall autolytic enzymes
Cefaclor, Cefadroxil, Cefalexin, Cefamandole, Cefapirin, Cefazolin, Cefdinir, Cefditoren, Cefepim, Cefetamet pivoxil, Cefixime, Cefmenoxime, Cefminox, Cefodizime, Cefonicid, Cefoperazone, Cefotaxime, Cefotetan, Cefotiam, cefoxitin, Cefpirome, Cefpodoxime, Cefprozil, Cefradine, Cefsulodin, Ceftazidime, Ceftezole, Ceftibuten, Ceftizoxime, Ceftriaxone, Cefuroxime
Chloramphenicol
Bind reversibly to a reseptor site on the 50S subunit of bacterial ribosome
Chloramphenicol
Glycopeptide
Prevent further elongation & cros-linking of bacterial peptidoglycan synthesis; active against gram-positive bacteria including methicillin-resistant Staphylococci
Vancomycin, Teicoplanin
Colycylcycline
Bind reversibly to receptors on the 30S subunit  of bacterial ribosome inhibiting protein synthesis
Tigecycline
Lincosamide
Inhibit protein synthesis by interfering w/ initiation complexes & translocation reactions on the bacterial 50S subunit
Clindamycin, Lincomycin
Ketolides
Inhibit bacterial protein synthesis by reversible binding to the 50S ribosomal subunit
Telithromycin
Macrolide
Inhibit bacterial protein synthesis by reversible binding to the 50S ribosomal subunit
Azithromycin, Clarithromycin, Dirithromycin, Erythromycin, Midecamycin, Roxithromycin, Spiramycin, Troleandromycin
Monobactam
Inhibit synthesis of peptidoglycan causing osmotic lysis; resistant to β-lactamases & active against gram-negative rods
Aztreonam
Nitroflurantoin
Block aerobic energy production & synthesis of protein, DNA, RNA, & cell walls
Nitrofluratoin
Oxazolidinones
Cause faulty bacterial protein synthesis by binding to the 50S ribosomal subunit
Linezolid
Penicillins
Inhibit synthesis of peptidoglycan causing osmotic lysis
Amoxicillin, Ampicillin, Bacampicillin, Carbenicillin, Cloxacillin, Dicloxacillin, Methicillin, Mezlocillin, Penicillin G, Penicillin V, Piperacillin, Ticarcillin
Penicillins w/ β-lactamase inhibitors
Bind to Penicillin-binding protein (PBP) of bacteria; inhibit bacterial cell wall peptidoglycan synthesis & activate bacterial cell wall autolytic enzymes
Amoxicillin + Clavulanate, Ampicillin + Sulbactam, Ticarcillin + Clavulanate, Piperacillin +Tazobactam
Polymixins
Alter cytoplasmic membrane causing cellular leakage
Polymyxin B
Quinolones
Inhibit topoisomerases that are essential for bacterial DNA replication and transcription; inhibit DNA gyrase
Cyprofloxacin, Enoxacin, Levofloxacin, Lomefloxacin, Moxifloxacin,Nalidixic acid, Norfloxacin, Ofloxacin, Pazufloxacin, Rufloxacin, Trovafloxacin
Streptogramins
Cause faulty bacterial protein synthesis by binding to the 50S ribosomal subunit
Quinupristin + Dalfopristin
Sulphonamides
Competitive inhibition of folic acid synthesis by acting as structural analogue of para-aminobenzoic acid (PABA)
Sulfisoxazole, Sulfamethoxazole, Sulfamethizole, Sulfasalazine
Tetracyclines
Bind reversibly to receptors on the 30S subunit of the bacterial ribosome inhibiting protein synthesis
Chlortetracycline, Demeclocycline, Doxycycline, Lymecycline, Minocycline, Oxytetracycline, Tetracycline
Trimethoprim
Inhibits dihydrofolic acid reductase of bacteria & blocks metabolic sequences in DNA synthesis
Trimethoprim
Tyrocidin
Alter cytoplasmic membrane causing cellular leakage
Tyrocidine, Gramicidin

Coba-coba jadi blogger ^^

Mohon teman-teman memberi saran cara membuat blog yang baik.
Kritik dan saran sangat dinantikan.
Maklum ndak ada yang mengajari.

So ... tolong dibantu ya ... hehehehe...